Jumat, 29 Juli 2016

BAHWA SETIAP KARYA/PENULIS BUKANLAH KOMODITI YANG PATUT UNTUK DIMANFAATKAN DAN DIJUAL. BAHWA SETIAP KARYA/PENULIS ADALAH ASSET BANGSA YANG WAJIB DIKEMBANGKAN DAN BERSIFAT FUNDAMENTAL.

BAHWA SETIAP KARYA/PENULIS BUKANLAH KOMODITI YANG PATUT UNTUK DIMANFAATKAN DAN DIJUAL. 
BAHWA SETIAP KARYA/PENULIS ADALAH ASSET BANGSA YANG WAJIB DIKEMBANGKAN DAN BERSIFAT FUNDAMENTAL.



Dua prinsip di atas lah yang menjadi dasar bagi kami, dalam menggagas, mengonsep dan menyelenggarakan event Lomba Cipta Puisi Mini Kata Mega Makna ini. Oleh karenanya, meski event ini diselenggarakan secara gratis dan dilaksanakan tanpa menggandeng sponsorship, kami berusaha memperlakukan setiap Penulis berikut karyanya sebagai sesuatu yang sangat berharga dengan segenap penghormatan yang kami bisa.


Mulai dari konsep lomba, kami berusaha untuk mencipta sebuah event ide yang tidak biasa. Event yang kemudian dinamai Lomba Cipta Puisi Mini Kata Mega Makna sejujurnya mengandung banyak pesan sekaligus harapan di baliknya. Paling tidak, 3 hal inilah yang sepatutnya Kekawan pahami di balik penyenggaraan event ini.

1. Pembibitan Penyair Masa Depan dengan Kualitas yang Dapat Dipertanggungjawabkan Seleksi yang ketat dari ribuan peserta dengan menghadirkan 14 juri dengan latar belakang yang berbeda, tentunya sudah bisa dijadikan usaha penyaringan kualitas Penyair yang layak untuk dijadikan tumpuan harapan. Namun, misi kami tentu saja jauh lebih dari itu. Yang menjadi pandangan utama kami, adalah kualitas naskah para penulis semenjak menjamurnya penerbitan indie. Fokus utama kami: penulisan puisi.

Ada ribuan atau mungkin jutaan penulis-penulis baru yang kemudian berkarya pada genre puisi. Puisi-puisi bertubi-tubi tercipta di sosial media maupun pada berbagai lomba. Yang kemudian menimbulkan pertanyaan, "Apakah karya tersebut lahir dari proses kreatif yang dapat dipertanggungjawabkan?", "Apakah puisi-puisi yang dibukukan atau menjadi pemenang adalah puisi-puisi yang benar-benar melewati bilik perenungan yang panjang?". Tentu yang bisa menjawab adalah sang penulis itu sendiri.

Salah satu paradigma salah kaprah yang terjadi di luar kesadaran kita adalah pameo bahwa: menulis puisi adalah menulis kata-kata yang indah. Sungguh, itu salah kaprah. Coba lihat dalam proses kreatif Kekawan sekalian. Apakah Kekawan masih mengutamakan memilih kata-kata yang tidak biasa, mengutamakan kesamaan rima dan metafora-metofora yang Kekawan suka? Jika iya, mohon maaf, itulah kesalah-kaprahan yang dimaksudkan. Seharusnya, setiap puisi berangkat dari kegelisahan, kesadaran, pemaknaan, perenungan, keberanian dan kebijaksanaan dalam sikap atas segala fragmen-fragmen kehidupan. Jadilah puisi itu sebagai sebenar-benarnya suara, sikap, tindakan dan perjuangan.

Dengan konsep puisi dengan batas maksimal 36 kata ini, sejujurnya kami banyak berharap pada peningkatan kualitas dan kuantitas proses kreatif seluruh peserta yang mengikuti lomba ini. Mari kita lihat dan teliti. Seberapa banyak kata, frasa, kalimat, baris ataupun bait "tak berguna" yang bertebaran pada sebangunan puisi. Kata-kata yang jika dihapus tidak akan mengubah isi dan inti puisi. Pemborosan kata yang disebabkan minimnya perenungan, terjadi, di banyak karya.

Joko Pinurbo, Peraih Penghargaan Khatulistiwa Literary Award tahun ini, mengaku membutuhkan paling tidak 13 kali revisi dalam setiap puisinya. Bahkan dalam sebuah perbincangan ketika kami bertemu di Solo, Beliau mengaku ada beberapa puisi yang membutuhkan bertahun-tahun proses perenungan, penulisan dan penyuntingan ulang. Apakah Kekawan sekalian sudah demikian?

Nah, di situlah fungsi event Mini Kata Mega Makna ini. Kami ingin mengajak Kekawan sekalian berproses kreatif untuk menemukan inti sari, kata-kata paling tepat, sudut pandang yang tepat dan citraan yang tepat, sekaligus merasakan pengalaman menyunting berkali-kali setiap kata-kata dalam tubuh puisi Kekawan.

Buktinya, yakin deh banyak Kekawan yang berulang kali merevisi puisinya karena kebanyakan jumlah kata. Ya kaaan?

Nah. Harapan kami, proses kreatif yang "sehat" seperti ini, bisa Kekawan lanjutkan dan kembangkan. Dengan begitu, generasi Penyair dengan kuantitas yang besar nantinya, juga akan diikuti oleh kualitas proses pengkaryaannya.

2. Mengajak Para Penyair Untuk Lebih Mengeksplorasi Kreativitasnya
Membelikan baju baru untuk puisi. Itulah konsep utama penerbitan buku utama hasil event ini. Dimana setiap puisi dihadirkan dengan konsep Tipografi. Khusus penggarapan ini, kami memanggil beberapa designer dan perupa yang memiliki pengetahuan kesastraan untuk memastikan bahwa stiap puisi mengenakan baju yang tepat dan menawan.

Dengan terbitnya buku utama yangini nanti bisa dijadikan sumber inspirasi. Bahwa, ada banyak cara untuk menumpahkan kreativitas pada sebuah karya. Kita harus berani meninggalkan kamar, berpetualang melihat segala sesuatu yang ada di luar, dan mencipta ide-ide yang membawa perubahan besar. Salah satu resep meracik generasi emas, adalah menumbuhkan anak-anak dan muda-mudi menjadi manusia yang berkualitas dan sarat akan kreativitas.

Kami berharap besar pada Kekawan sekalian.

3. Apresiasi
Sesuatu yang sudah, sedang dan akan bersama-sama kita lakukan. Stop membully, stop merendahkan, stop mempermainkan harapan!

Mari gencarkan, dan tularkan! Pada setiap aspek kehidupan.


Dan, bersama postingan ini juga, kami sampaikan (sedikit) apresiasi kami atas karya-karya terbaik Kekawan sekalian.

Suatu kehormatan besar bisa menjadi bagian dari proses kreatif kalian.

Salam Hangat, Mari Menghebat!